Cerpen adalah salah satu jenis teks sastra yang tak asing bagi kita. Meski
demikian namun kita masih sering bingung jika ditanya mengenai hakikat cerpen.
Sering kali di dalam kelas saya bertanya kepada teman-teman peserta didik
mengenai apa yang mereka ketahui mengenai cerpen namun jawaban mereka masih
singkat yakni cerita pendek. Demikian pula ketika ditanya mengenai ciri bahasa,
kaidah, dan struktur yang terdapat di dalamnya biasanya mereka diam.
Merujuk pada kegalauan tersebut, muncul sebuah pertanyaan. Apa sebenarnya
cerpen itu? Apabila merujuk pada redaksi definisi yang terdapat pada beberapa
buku teks cerpen dapat dimaknai sebagai sebuah karya prosa fiksi yang dapat
selesai dibaca sekali duduk dan ceritanya membangkitkan efek tertentu dalam diri
pembacanya (Sayuti, 2000:8). Cerita pendek atau yang lebih dikenal dengan
cerpen adalah karangan pendek yang berbentuk prosa. Sebuah cerpen mengisahkan
sepenggal kehidupan tokoh yang penuh pertikaian, peristiwa, dan pengalaman.
Tokoh dalam cerpen tidak mengalami perubahan nasib (Depdiknas, 2014:6).
Cerita pendek, sesuai dengan namanya, memperlihatkan cirri bahasa yang
serba pendek, baik peristiwa yang diungkapkan, isi cerita, jumlah pelaku, dan
jumlah kata yang digunakan (Priyanti, 2013:5). Adapun ciri-ciri sebuah cerpen
adalah sebagai berikut.
- Bentuk tulisan singkat, padat, dan lebih pendek daripada novel.
- Tulisan kurang dari 10.000 kata.
- Sumber cerita dari kehidupan sehari-hari, baik pengalaman sendiri maupun orang lain.
- Tidak melukiskan seluruh kehidupan pelakunya karena mengangkat masalah tunggal atau sarinya saja.
- Habis dibaca sekali duduk dan hanya mengisahkan sesuatu yang berarti bagi pelakunya.
- Tokoh-tokohnya dilukiskan mengalami konflik sampai pada penyelesaiannya.
- Penggunaan kata-katanya sangat ekonomis dan mudah dikenal masyarakat.
- Meninggalkan kesan mendalam dan efek pada perasaan pembaca.
- Menceritakan satu kejadian dari terjadinya perkembangan jiwa dan krisis, tetapi tidak sampai menimbulkan perubahan nasib.
- Beralur tunggal dan lurus.
- Penokohannya sangat sederhana, singkat, dan tidak mendalam.
Gambar 1: Bagan Struktur Teks Cerpen
Selain mengetahui defenisi dan ciri umum sebuah cerpen, penting bagi kita
mengenal struktur di dalamnya. Secara garis besar struktur cerpen adalah
sebagai berikut (Depdiknas, 2014:17-19).
- Tahapan abstrak merupakan ringkasan atau inti cerita. Abstrak pada sebuah teks cerita pendek bersifat opsional. Artinya sebuah teks cerpen bisa saja tidak melalui tahapan ini.
- Tahapan orientasi merupakan struktur yang berisi pengenalan tokoh dan latar cerita. Pengenalan tokoh berkaitan dengan pengenalan perlaku (terutama pelaku utama) yang meliputi apa yang dialami. Pengenalan latar berkaitan dengan waktu, ruang, dan suasana terjadinya peristiwa dalam cerpen. Latar digunakan pengarang untuk menghidupkan cerita dan meyakinkan pembaca. Dengan kata lain, latar merupakan sarana pengekspresian watak, baik secara fisik maupun psikis.
- Komplikasi muncul diakibatkan oleh munculnya konflik. Pada tahap ini ditandai dengan reaksi pelaku dalam cerpen terhadap konflik. tahapan penjalinan konflik dimulai dari munculnya konflik, peningkatan konflik, hingga konflik memuncak (klimaks).
- Tahap evaluasi ditandai dengan adanya konflik yang mulai diarahkan pada pemecahannya. Setelah konflik mencapai puncaknya tokoh (penulis) akan mengupayakan solusi bagi pemecahan konflik sehingga mulai tampak penyelesaiannya.
- Resolusi adalah suatu keadaan di mana konflik terpecahkan dan menemukan penyelesaiannya. Pada tahapan ini ditandai dengan upaya pengarang yang mengungkakan solusi dari berbagai konflik yang dialami tokoh.
- Koda adalah bagian akhir sebuah cerita pendek yang diberikan oleh pengarang yang menyuarakan pesan moral sebagai tanggapan terhadap konflik yang terjadi. Ada juga yang menyebut koda dengan istilah reorientasi. Koda merupakan nilai-nilai atau pelajaran yang dapat dipetik oleh pembaca dari sebuah teks. Sama halnya dengan tahapan abstrak, koda ini bersifat opsional.
Ciri bahasa teks cerpen sebagai berikut
- Menggunakan penggambaran waktu lampau
- Mencantumkan Penyebutan tokoh (nama, kata ganti, julukan, dan sebutan)
- Menggunakan Kata-kata yang menggambarkan latar
- Memuat kata-kata yang mendiskripsikan pelaku, penampilan fisik, dan kepribadiannya.
- Memuat kata-kata yang merujuk pada peristiwa yang dialami pelaku.
- Menunjukan sudut pandang pengarang.
Setelah mengetahui pengertian dan
ciri-ciri cerpen di atas, mari lihat contoh cerpen di bawah ini:
Sahabat Sejati
Seekor kupu-kupu kuning terbang mengitari halaman rumah. Terbang ke sana ke
mari, dengan mudahnya membuatku kagum, dan mau tak mau akhirnya ikut berlari
sambil menggapaikan tangan ingin menangkapnya.
“Tita… Makan dulu sini. Habis itu tidur siang ya, Sayang,” Mama melambaikan
tangan dari depan pintu, memanggilku masuk ke dalam rumah.
Aku menggelengkan kepala, “bentar lagi ah, Ma,” dan kembali memusatkan
perhatian penuh mengejar si kupu-kupu cantik.
“Kamu jangan main terus, nanti kecapekan. PR kamu apa hari ini?” Mama
tiba-tiba saja sudah berdiri di sampingku, bertanya sambil mengelus rambutku.
Sambil melepaskan tangan Mama di rambut, aku mengeluh, “aduh, Mamaaa. Iya,
nanti aku kerjain. Aku mau main duluuu…”
Mama menghela napas panjang, “oke kalau gitu. Lima menit lagi Mama panggil,
ya.”
“He-eh,” aku menjawab singkat dengan bola mata yang berputar mengikuti
pergerakan si kupu-kupu. Mama kembali masuk ke dalam rumah sehingga aku pun
bisa berkonsentrasi penuh bermain dengan si kupu-kupu kuning.
Tiba-tiba saja, ia terbang keluar dari halaman rumah. Sungguh, aku tidak
rela kalau dia sampai pergi. Setengah berlari aku mengejarnya. Dan terkikik
geli ketika sayapnya bergesekan dengan telapak tanganku.
Tak jauh dari rumah, aku melihat Ina, teman bermainku sehari-hari. Ia
tampak tertarik dengan kupu-kupu kuning yang sedang kujadikan target operasi.
“Ta, lagi ngejar kupu-kupu, ya?” Tanyanya dengan wajah berbinar.
Sambil tertawa ringan, aku menganggukkan kepala. “Ayo sini kita main
mengejar kupu-kupu, Na.”
Beberapa menit kemudian, gelak tawa kami berdua memenuhi jalan setapak di
belakang rumah. Orang-orang yang kebetulan melihatku hanya bisa tersenyum,
mungkin teringat akan kenangan bahwa mereka pernah melakukan hal ini puluhan
tahun lalu.
Siang ini tidak panas. Tampaknya matahari sedang tertidur di balik awan.
Membuat aku dan Ina makin leluasa untuk terus berlarian mengejar si kupu-kupu.
Kami terus berlari dan tertawa, sampai lupa waktu. Saking asiknya mengejar
kupu-kupu cantik, aku terlambat menyadari bahwa kami telah berada di pinggir
sebuah sungai kecil. Terlalu terlambat, bahkan. Karena aku tersadar bahwa jalan
setapak tadi mengantarkan kami ke sungai ini setelah kakiku terpeleset di atas
tanah licin di pinggirnya. Terpeleset yang terlalu tiba-tiba, tidak diduga sama
sekali, sehingga akhirnya… BYURRR! Aku terjatuh ke sungai bahkan tanpa sempat
menyadarinya.
“INAAA! TOLOOOOONG!” Teriakan kencangku mengagetkan Ina.
Mata besarnya menandakan bahwa ia bahkan tidak mengetahui kalau aku telah
terjatuh ke sungai. Badan mungilku timbul tenggelam dipermainkan arus. Napasku
mulai satu-satu, megap-megap layaknya ikan mas kehabisan air. Entah sudah
berapa banyak air sungai terminum olehku. Di tengah keputusasaan, tiba-tiba aku
merasa ada seseorang yang menarik bagian leher belakang kaosku. Ina yang
melakukannya. Ia menarikku terus sampai ke pinggir. Dan dengan sentakan
terakhirnya, aku akhirnya bisa naik kembali ke daratan dengan posisi telungkup.
Sambil terbatuk-batuk, aku mencoba duduk. Mengumpulkan napas yang tadi
sempat menjadi barang langka. Ina hanya bisa terdiam. Memandangiku dengan
takjub, seolah aku ini hewan langka di sebuah kebun binatang.
“Kamu enggak apa-apa, ‘kan?” Akhirnya Ina memecah keheningan di antara kami
berdua.
Aku menatap Ina sambil tersenyum lebar, “Iya. Aku nggak apa-apa, kok.
Makasih ya tadi udah nolongin aku.”
Ina hanya membalas ucapan terima kasihku dengan senyuman manis. Terlihat
jelas kelegaan memancar di air mukanya.
“Makanya kamu belajar berenang, dong. Biar yang tadi itu nggak akan
kejadian lagi.”
Sambil mengibaskan bajuku yang basah, aku menjawabnya, “Iya. Aku pasti
belajar berenang. Tapi nanti. Sekarang aku mau pulang dulu. Pasti Mama bingung
nyariin aku.”
Ina membantuku berdiri. “Okay. Yuk kita pulang. Udah sore.”
Kami bergandengan tangan menyusuri jalan setapak. Kaki berjalan setengah
melonjak-lonjak, sedangkan tangan berayun ke depan dan ke belakang,
berbarengan.
Ina mengantarku sampai ke rumah. Begitu pintu terbuka, Mama kaget melihatku
basah kuyup. Ia langsung membuatkan segelas besar susu cokelat panas dan
menyuruhku mandi air hangat. Tak lupa menyiapkan nasi dan semangkuk sup ayam
sebagai makan siang yang terlambat.
Selesai makan, aku bercerita tentang permainan mengejar kupu-kupu bersama
Ina yang menjadi penyebab kecelakaan sore ini. Dan tentu saja tentang Ina yang
menolongku di sungai, karena aku memang tidak bisa berenang. Mendengar
ceritaku, Mama tidak berkomentar apa-apa. Ia hanya tersenyum lega sambil
memelukku hangat.
“Ya sudah, sekarang kamu tidur ya. Kamu kelihatan capek banget.” Mama
menuntunku ke kamar tidur. Menungguku menemukan posisi nyaman, dan kemudian
menyelimutiku sampai ke leher. Tak sampai lima menit, terdengar hembusan napas
halus yang teratur.
Setelah menutup pintu kamar anaknya, wanita cantik berusia tiga puluhan itu
berbisik pelan, “selama ini, aku mengira kamu hanyalah teman imajiner anakku.
Tapi, siapapun kamu, terima kasih ya, Ina, telah menolong Tita. Terima kasih
banyak.”
“Sama-sama, Tante..”
….terdengar bisikan manis dari sahabat baik Tita, yang tentu saja tidak dapat
didengar oleh sang ibunda.
Sumber:
https://abitadya.wordpress.com/2014/09/24/mengenal-teks-cerpen-definisi-ciri-dan-struktur/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar