Sabtu, 14 November 2015

Perkembangan Startup di Indonesia

Apa itu Startup? Mungkin masih banyak orang yang belum memahami istilah ini. Kata Startup sendiri merupakan serapan dari Bahasa Inggris yang berarti tindakan atau proses memulai sebuah organisasi baru atau usaha bisnis. Menurut Wikipedia, Startup merujuk pada perusahaan yang belum lama beroperasi. Perusahaan-perusahaan ini sebagian besar merupakan perusahaan yang baru didirikan dan berada dalam fase pengembangan dan penelitian untuk menemukan pasar yang tepat.

Defenisi di atas mungkin lebih pada terminologinya, namun menurut penulis akan lebih mudah jika istilah Startup diartikan sebagai perusahaan baru yang sedang dikembangkan. Mulai berkembang akhir tahun 90an hingga tahun 2000, nyatanya istilah Startup banyak “dikawinkan” dengan segala yang berbau teknologi, web, internet dan yang berhubungan dengan ranah tersebut. Kenapa itu bisa terjadi?

Kembali melihat ke belakang  ternyata hal tersebut terjadi dikarenakan istilah Startup sendiri mulai popular secara internasional pada masa buble dot-com, lalu apa lagi buble dot-com  itu? fenomena buble dot-com adalah ketika pada periode tersebut (1998-2000) banyak perusahaan dot-com didirikan secara bersamaan.

Pada masa itu sedang gencar-gencarnya perusahaan membuka website pribadinya. Makin banyak orang yang mengenal internet sebagai ladang baru untuk memulai bisnisnya. Dan waktu itu pula lah, Startup lahir dan berkembang. Namun menurut Ronald Widha dari TemanMacet.com, Startup tidak hanya perusahaan baru yang bersentuhan dengan teknologi, dunia maya, aplikasi atau produk tetapi bisa juga mengenai jasa dan gerakan ekonomi rakyat akar rumput yang bisa mandiri tanpa bantuan korporasi-korporasi yang lebih besar dan mapan.

Setelah berputar-putar mencari informasi tentang Startup lewat bantuan mbah Google, ada informasi mengenai karakteristik dari sebuah perusahaan yang dapat di golongkan sebuah stratup. Beberapa karakteristik perusahaan Startup tersebut di antaranya:


  • Usia perusahaan kurang dari 3 tahun
  • Jumlah pegawai kurang dari 20 orang
  • Pendapatan kurang dari $ 100.000/tahun
  • Masih dalam tahap berkembang
  • Umumnya beroperasi dalam bidang teknologi
  • Produk yang dibuat berupa aplikasi dalam bentuk digital
  • Biasanya beroperasi melalui website


Dari karakteristik tersebut mungkin nampak bahwa stratup lebih condong ke perusahaan yang bergerak di bidang teknologi dan web. Namun faktanya memang seperti itu, kini perkembangan perusahaan yang lazim dilabeli nama Stratup adalah perusahaan yang berkenaan dengan dunia tekno dan online.

Perkembangan Dunia Startup di Indonesia
Perkembangan Startup di Indonesia bisa dikatakan cukup pesat menggembirakan. Setiap tahun bahkan setiap bulan banyak founder-founder (pemilik) Startup baru bermunculan. Menurut dailysocial.net, sekarang ini terdapat setidaknya lebih dari 1500 Startup lokal yang ada di Indonesia. Potensi pengguna internet Indonesia yang semakin naik dari tahun ke tahun tentunya merupakan suatu lahan basah untuk mendirikan sebuah Startup.

Berdasarkan beberapa riset, pada tahun 2013 saja diperkirakan pengguna internet di Indonesia mencapai 70 juta orang, bisa dibayangkan berapa jumlah user internet Indonesia beberapa tahun kedepan. Selain itu daya beli masyarakat yang meningkat seiring dengan naiknya pendapatan perkapita masyarakat negeri ini ikut mempengaruhi perkembangan industri digital.

Menurut Rama Mamuaya, CEO dailysocial.net, Startup di Indonesia digolongkan dalam tiga kelompok yaitu Startup pencipta game, Startup aplikasi edukasi serta Startup perdagangan seperti e-commerce dan informasi. Menurutnya Startup game dan aplikasi edukasi punya pasar yang potensial dan terbuka di Indonesia. Hal ini dikarenakan proses pembuatan game dan aplikasi edukasi relatif mudah.

Dengan berkembangnya media sosial dan smartphone, pasar untuk mobile game dan social game semakin besar. Sementara itu untuk aplikasi atau website yang bergerak di bidang e-commerce dan informasi, Rama menilai tantangannya di Indonesia masih cukup besar dikarenakan masih minimnya penggunaan kartu kredit. Namun untuk yang berbau informasi atau berita berbagai tema, perkembangannya justru jauh lebih pesat lagi.

Di Indonesia sekarang ini telah banyak berdiri komunitas founder-founder Startup. Seperti Bandung Digital Valley (bandungdigitalvalley.com), Jogja Digital Valley (jogjadigitalvalley.com), Ikitas (www.ikitas.com) Inkubator Bisnis di Semarang, Stasion (stasion.org) wadah bagi Startup lokal kota Malang, dan masih banyak lagi yang lainnya. Dengan adanya komunitas ini tentunya akan memudahkan para founder untuk saling sharing, membimbing bahkan untuk menjaring investor. Para founder dapat pula mengikuti kompetisi yang diadakan oleh beberapa perusahaan seperti Telkom untuk menjadi investor mereka.

Hal yang paling utama untuk mendirikan Startup adalah tim yang solid, karena dengan adanya tim yang solid bisa memunculkan ide-ide baru yang kreatif dan inovatif. Dengan ide dan eksekusi yang tepat, tentunya para founder tidak akan kesulitan menarik minat masyarakat maupun mencari investor.
Dalam sebuah wawancara yang dilakukan oleh wartawan Warta Ekonomi kepada Molly Nagler (Startup Mentor di Silicon Valley), Molly mengatakan bahwa hampir semua Startup gagal, namun kegagalan itu tidak harus dipandang sebagai sesuatu yang negatif karena masih banyak sisi positif didalamnya. Maksudnya adalah jika founder Startup gagal saat melakukan eksekusi maka ia berkesempatan untuk belajar sesuatu yang baru dan ilmu baru, seperti konsep trial and error pada umumnya.

Startup-Startup lokal yang kini sudah mencetak sukses di dunia maya diantaranya Kaskus dan Urbanesia. Semoga Startup lokal Indonesia bisa terus bertambah dan berkembang sehingga bisa merambah pengguna internet internasional seperti Facebook, Twitter, dan lain-lain.

Seluk-beluk Drama di Indonesia

Istilah drama dan teater seyogianya dibedakan artinya. Drama dimaksudkan sebagai karya sastra yang dirancang untuk dipentaskan di panggung oleh para aktor di pentas, sedangkan teater adalah istilah lain untuk drama dalam pengertian yang lebih luas, termasuk pentas, penonton, dan tempat lakon itu dipentaskan. Di samping itu salah satu unsur penting dalam drama adalah gerak dan dialog. Lewat dialoglah, konflik, emosi, pemikiran dan karakter hidup dan kehidupan manusia terhidang di panggung. Dengan demikian hakikat drama sebenarnya adalah gambaran konflik kehidupan manusia di panggung lewat gerak.

Drama Remaja
Apabila dilakukan dengan benar, pembelajaran sastra memiliki empat manfaat bagi para siswa, yaitu: membantu keterampilan berbahasa, meningkatkan pengetahuan budaya, mengembangkan cipta dan rasa, serta menunjang pembentukan watak. Oleh karena drama, termasuk satu di antara tiga jenis pokok karya sastra, maka mempelajari drama pun dapat membantu para siswa terampil berbahasa, meningkatkan pengetahuan budayanya, mengembangkan cipta dan karsa, serta dapat menunjang pembentukan watak para siswa.

Dalam memilih bahan pembelajaran drama yang akan disajikan perlu dipertimbangkan dari sudut bahasa, kematangan jiwa (psikologi), dan latar belakang kebudayaan para siswa, di samping itu perlu pula diklasifikasikan berdasarkan tingkat kesukaran dan kriteria-kriteria tertentu lainnya, seperti: berapa banyak teks drama yang tersedia di perpustakaan sekolahnya, kurikulum yang harus diikuti, dan persyaratan bahan yang harus diberikan agar dapat menempuh tes hasil belajar akhir tahun.

Pembelajaran Drama
Ada banyak strategi apresiasi drama sebagai karya sastra. Strategi Strata menggunakan tiga tahapan, yaitu: tahap penjelajahan, tahap interpretasi, dan tahap re-kreasi. Tahap penjelajahan dimaksudkan sebagai tahapan di mana guru memberikan rangsangan kepada para siswa agar mau membaca teks drama dan memahaminya. Tahap interpretasi adalah tahapan mendiskusikan hasil bacaan dengan mendiskusikannya dalam kelompok dengan panduan pertanyaan dari guru. Tahap re-kreasi adalah tahapan sejauh mana para siswa memahami teks drama sehingga mereka dapat mengkreasikan kembali hasil pemahamannya.

Strategi Analisis terhadap teks drama dilakukan dalam tiga tahapan. Tahapan pertama membaca dan mengemukakan kesan awal terhadap bacaannya. Tahap kedua menganalisis unsur pembangun teks drama. Dan tahap ketiga adalah tahap memberikan pendapat akhir yang merupakan perpaduan antara respons subjektif dengan analisis objektif.

Tujuan penting pembelajaran drama adalah memahami bagaimana tokoh-tokoh dalam drama dipentaskan. Dalam pementasan diperlukan pemahaman perbedaan bentuk dan gaya teks drama, serta berbagai macam aturan dalam bermain drama. Cara yang ditempuh, pertama melakukan pembacaan teks drama, berlatih gerak dalam membawakan peran, dan berlatih gerak sambil mengucapkan kata-kata.

Asal-usul Drama di Indonesia
Seperti yang berkembang di dunia pada umumnya, di Indonesia pun awalnya ada dua jenis teater, yaitu teater klasik yang lahir dan berkembang dengan ketat di lingkungan istana, dan teater rakyat. Jenis teater klasik lebih terbatas, dan berawal dari teater boneka dan wayang orang. Teater boneka sudah dikenal sejak zaman prasejarah Indonesia (400 Masehi), sedangkan teater rakyat tak dikenal kapan munculnya. Teater klasik sarat dengan aturan-aturan baku, membutuhkan persiapan dan latihan suntuk, membutuhkan referensi pengetahuan, dan nilai artistik sebagai ukuran utamanya.

Teater rakyat lahir dari spontanitas kehidupan masyarakat pedesaan, jauh lebih longgar aturannya dan cukup banyak jenisnya. Teater rakyat diawali dengan teater tutur. Pertunjukannya berbentuk cerita yang dibacakan, dinyanyikan dengan tabuhan sederhana, dan dipertunjukkan di tempat yang sederhana pula. Teater tutur berkembang menjadi teater rakyat dan terdapat di seluruh Indonesia sejak Aceh sampai Irian. Meskipun jenis teater rakyat cukup banyak, umumnya cara pementasannya sama. Sederhana, perlengkapannya disesuaikan dengan tempat bermainnya, terjadi kontak antara pemain dan penonton, serta diawali dengan tabuhan dan tarian sederhana. Dalam pementasannya diselingi dagelan secara spontan yang berisi kritikan dan sindiran. Waktu pementasannya tergantung respons penonton, bisa empat jam atau sampai semalam suntuk.

Perkembangan Drama di Indonesia
Sejarah perkembangan drama di Indonesia dipilah menjadi sejarah perkembangan penulisan drama dan sejarah perkembangan teater di Indonesia. Sejarah perkembangan penulisan drama meliputi:


  1. Periode Drama Melayu-Rendah, 
  2. Periode Drama Pujangga Baru, 
  3. Periode Drama Zaman Jepang, 
  4. Periode Drama Sesudah Kemerdekaan, dan 
  5. Periode Drama Mutakhir.


Dalam Periode Melayu-Rendah penulis lakonnya didominasi oleh pengarang drama Belanda peranakan dan Tionghoa peranakan. Dalam Periode Drama Pujangga Baru lahirlah Bebasari karya Roestam Effendi sebagai lakon simbolis yang pertama kali ditulis oleh pengarang Indonesia. Dalam Periode Drama Zaman Jepang setiap pementasan drama harus disertai naskah lengkap untuk disensor terlebih dulu sebelum dipentaskan. Dengan adanya sensor ini, di satu pihak dapat menghambat kreativitas, tetapi di pihak lain justru memacu munculnya naskah drama. Pada Periode Drama Sesudah Kemerdekaan naskah-naskah drama yang dihasilkan sudah lebih baik dengan menggunakan bahasa Indonesia yang sudah meninggalkan gaya Pujangga Baru. Pada saat itu penulis drama yang produktif dan berkualitas baik adalah Utuy Tatang Sontani, Motinggo Boesye dan Rendra. Pada Periode Mutakhir peran TIM dan DKJ menjadi sangat menonjol. Terjadi pembaruan dalam struktur drama. Pada umumnya tidak memiliki cerita, antiplot, nonlinear, tokoh-tokohnya tidak jelas identitasnya, dan bersifat nontematis. Penulis-penulis dramanya yang terkenal antara lain Rendra, Arifin C. Noer, Putu Wijaya, dan Riantiarno.

Perkembangan teater di Indonesia dibagi ke dalam: (1) Masa Perintisan Teater Modern, (2) Masa Kebangkitan Teater Modern, (3) Masa Perkembangan Teater Modern, dan (4) Masa Teater Mutakhir. Masa perintisan diawali dengan munculnya Komedi Stamboel. Masa kebangkitan muncul teater Dardanella yang terpengaruh oleh Barat. Masa perkembangan ditengarai dengan hadirnya Sandiwara Maya, dan setelah kemerdekaan ditandai dengan lahirnya ATNI dan ASDRAFI. Dalam masa perkembangan teater mutakhir ditandai dengan berkiprahnya 8 nama besar teater yang mendominasi zaman emas pertama dan kedua, yaitu Bengkel Teater, Teater Kecil, Teater Populer, Studi klub Teater Bandung, Teater Mandiri, Teater Koma, Teater Saja, dan Teater Lembaga.

Ragam Drama
Secara pokok ada lima jenis drama, yaitu: tragedi, komedi, tragikomedi, melodrama, dan farce. Drama tragedi adalah lakuan yang menampilkan sang tokoh dalam kesedihan, kemuraman, keputusasaan, kehancuran, dan kematian. Drama komedi adalah lakon ringan yang menghibur, menyindir, penuh seloroh, dan berakhir dengan kebahagiaan. Tragikomedi adalah gabungan antara tragedi dan komedi. Melodrama adalah lakuan tragedi yang berlebih-lebihan. Dan farce adalah komedi yang dilebih-lebihkan.

Pantun dan Karakter Bangsa

Bahasa adalah sistem arti dan bentuk yang direalisasikan oleh ekspresi (Saragih, 2010:1). Ekspresi dalam kaitan dengan bahasa itu merupakan pengungkapan atau proses menyatakan maksud, gagasan, perasaan, dan sebagainya. Hal itulah yang menjadikan bahasa disebut sebagai alat ekspresi oleh seseorang atau segolongan orang sehingga sering kali muncul peribahasa bahasa menunjukkan bangsa. Artinya, salah satu parameter ketika sebuah komunitas atau seseorang dapat diketahui dengan memperhatikan bahasa yang digunakannya.

Bahasa, baik secara langsung maupun tidak langsung, memberikan kontribusi dalam pembangunan, khususnya yang berkenaan dengan pembangunan karakter bangsa. Karakter berhubungan dengan jati diri dalam hal keseluruhan kualitas atau personalitas yang dimiliki seseorang, suatu komunitas, atau suatu bangsa. Karakter merupakan realisasi jati diri secara operasional yang membedakan seseorang, suatu komunitas, atau suatu bangsa dengan orang, komunitas, atau bangsa yang lain. Oleh karena itu, karakter juga erat kaitannya dengan jati diri. Salah satu jati diri bangsa Indonesia adalah bahasa Indonesia. 

Karakter Bangsa
Karakter bangsa menjadi topik yang akhir-akhir ini banyak diperbincangkan di berbagai forum. Urgensi soal itu tampak di dunia pendidikan yang lekat dengan terminologi pendidikan berkarakter. Dalam konteks itu, tentu saja karakter yang diinginkan adalah karakter bangsa yang positif.
Karakter bangsa yang positif dapat membantu percepatan pembangunan manusia Indonesia seutuhnya. Karakter menurut Saragih (2010: 7) diinterpretasikan sebagai realisasi operasional jati diri dan identitas seseorang atau suatu bangsa jika seseorang atau bangsa itu dihadapkan pada persoalan yang harus diselesaikan atau diatasi untuk mencapai kesejahteraannya. Lebih lanjut dikatakan bahwa jati diri bersifat konseptual, sedangkan karakter bersifat operasional; jati diri merupakan kapasitas, sedangkan karakter merupakan realitas; jati diri bersifat statis, sedangkan karakter bersifat dinamis. Pencarian karakter bangsa sangat berkaitan dengan pencarian jati diri bangsa. Apakah kita mencermati kondisi di Indonesia akhir-akhir ini yang tampak di media massa,  seolah-olah karakter bangsa kita cenderung anarkistis. Padahal karakter selalu mengacu pada hal yang positif.     

Pantun
Salah satu tradisi lisan berupa karya sastra yang hampir ada di setiap wilayah di Indonesia adalah pantun. Sebagian pendapat pakar menyatakan bahwa pantun berasal dari bahasa Melayu. Oleh karena itu, perkembangan pantun relatif lebih maju di wilayah dengan mayoritas penutur bahasa Melayu. Berdasarkan pengategorian jenis sastra, pantun termasuk dalam jenis puisi lama.

Pantun diikat oleh beberapa aturan yang harus dipenuhi. Aturan pembentukan pantun,  misalnya, terdiri atas empat baris dalam setiap baitnya, baris 1 dan 2 merupakan sampiran dan baris 3 dan 4 merupakan isi. Selain itu, pantun dari sisi prosodi harus memiliki bunyi yang enak didengar dan teratur. Prosodi dalam pantun itu berkaitan dengan rima, irama, dan bait dalam pantun.

Dalam perkembangan selanjutnya, pantun telah merambah ke segala aspek kehidupan manusia apabila ditilik berdasarkan isi atau muatannya. Dari aspek pemilihan kata, pantun saat ini telah berkembang dengan menggunakan kata yang akrab di telinga masyarakat. Pantun saat ini tidak lagi bertumpu pada penggunaan kata yang arkais atau usang. Perkembangan seperti itu di satu sisi menggembirakan, tetapi di sisi lain seolah-olah pantun seperti kehilangan daya magisnya. Mungkin kita dapat merasakan perbedaan antara pantun yang memiliki daya hidup yang lebih lama dengan pantun yang dibuat secara spontan. Sebuah pantun yang telah lama dikenal dan diketahui oleh masyarakat akan tetap eksis di dalam penggunaannya.

Karakter Bangsa dalam Pantun
Hubungan bahasa dengan jati diri dan karakter suatu bangsa adalah hubungan realisasi. Bahasa suatu komunitas atau bangsa yang sudah bermuatan ideologi, budaya, dan situasi sosial  membangun jati diri suatu bangsa. Ketika dihadapkan pada masalah aktual, jati diri didayagunakan dalam bentuk karakter. Karakter bangsa Indonesia dapat dibangun atau diketahui berdasarkan sifat hakiki bahasa atau pemakaian bahasa. Salah satu sisi pemakaian bahasa Indonesia dalam karya sastra yang menunjukkan akan adanya karakter bangsa ialah pantun.

Terlepas dari persoalan perkembangan pantun yang terus berjalan hingga hari ini, terdapat beberapa hal yang menarik dari pantun yang ada. Boleh dikatakan bahwa pantun lama  lebih memiliki daya ungkap yang dapat dikaitkan dengan karakter bangsa. Berdasarkan pengamatan terhadap muatan beberapa pantun sebagai sampel, penulis dapat menarik sebuah garis besar tentang adanya keterkaitan antara sebuah pantun dan karakter sebuah bangsa.  Simpulan yang pertama berkaitan dengan karakter logis. Berikut ini penulis tampilkan contoh pantun.

Kalau ada sumur di ladang
boleh kita menumpang mandi
Kalau ada umurku panjang
boleh kita berjumpa lagi
      
Kalau harimau sedang mengaum
Bunyinya sangat berirama
Kalau ada ulangan umum
Marilah kita belajar bersama

Dua pantun di atas memiliki kelogisan makna terutama pada aspek isi (baris 3—4). Akan tetapi, kelogisan itu di satu sisi juga memiliki unsur pasrah pada keadaan yang ada. Hal itu terutama tampak di baris 1 dan 3 (sampiran). Amatan terhadap pantun yang dikaitkan dengan sikap cenderung pasrah atau menerima saja tampak pada baris 1 dan baris 3 yang menggunakan pilihan kata kalau. Mengapa demikian? Apabila kita amati pantun pertama, ungkapan seperti kalau ada sumur di ladang, boleh kita menumpang mandi mengandung makna kita masih belum tahu pasti atau tidak yakin bahwa di ladang tersebut ada atau tidak ada sumur. Kalaupun ada sumur, tentulah kita mandi dan sudah pasti pula kalau umurnya panjang, pasti akan berjumpa lagi. Bagaimana seandainya di ladang tidak ada sumur? Sudah tentu kita tidak akan mandi. Gambaran itulah yang dapat kita telisik pada penggunaan pilihan kata kalau. Pada perspektif yang lain, jika di ladang tersebut tidak ada sumur, alangkah bijaknya apabila kita mencari sumur di tempat lain, bukan hanya pasrah dan berdiam diri. Begitulah yang disebut bahwa kita mau berusaha.

Contoh pantun kedua pun demikian. Pantun kedua pada sisi isinya menunjukkan bahwa belajar bersama-sama hanya dilakukan kalau ada ulangan umum. Bagaimana halnya kalau tidak ada ulangan umum? Masihkah dilakukan kegiatan belajar bersama? Atas pertanyaan tersebut, banyak alternatif jawaban. Pada sisi struktur pantun, tidak tampak jawaban yang mengarah pada alternatif bahwa belajar bersama tetap dilakukan dalam kondisi apa pun, bukan hanya karena ada ulangan.

Karakter bangsa dalam pantun seperti itu masih banyak kita temukan pada pantun yang lain. Namun, penulis menyinyalir masih ada karakter bangsa yang lain yang dapat digali untuk diketahui melalui medium pantun. Karakter tersebut, selain logis dan pasrah, adalah karakter semangat dalam belajar atau menuntut ilmu. Karakter tersebut tampaknya tidak hanya tampak di dalam pantun, tetapi juga sering kita temukan dalam peribahasa. Hal itu semakin menunjukkan bahwa karakter untuk terus menuntut ilmu sudah sejak lama diajarkan oleh para pendahulu kita. Berikut contoh pantun yang memuat semangat menuntut ilmu.

Ke hulu membuat pagar
Jangan terpotong batang durian
Cari guru tempat belajar
Supaya jangan sesal kemudian

Anak ayam turun sepuluh
Mati satu tinggal sembilan
Tuntutlah ilmu dengan sungguh-sungguh
Supaya engkau tidak ketinggalan

Contoh pantun di atas sangat tampak adanya karakter semangat dalam belajar atau menuntut ilmu. Hal itu dapat diperoleh pada ajaran agama mayoritas di Indonesia, yaitu Islam. Ajaran Islam mewajibkan kepada pemeluknya untuk menuntut ilmu dari sejak di kandung badan sampai dengan ke liang lahat. Betapa pentingnya menuntut ilmu menjadikan topik tersebut dapat ditemukan di sebagian besar pantun yang ada. Karakter bangsa yang bertemakan semangat belajar atau menuntut ilmu juga dapat ditemukan tidak hanya pada pantun, tetapi juga di dalam bentuk sastra lama lainnya.    

Dikaitkan dengan delapan belas karakter bangsa yang pernah dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (saat itu Kementerian Pendidikan Nasional) yang meliputi religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, rasa kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab, pantun dapat mengakomodasi semua pemikiran tersebut. Karakter bangsa yang bernilai positif tersebut didokumentasikan ke dalam pantun dan operasionalnya berada pada kultur atau perilaku masyarakat kita.

Sumber: Badan Bahasa Kemdikbud