Hujan merupakan tema pokok yang diambil Sapardi dalam antologi puisi Hujan Bulan Juni. Hujan menjadi pusat yang mudah dicerna dalam kumpulan puisi ini. Jika kita simak, Sapardi menggunakan kata “hujan” dalam beberapa judul puisi dan penggambaran suasana puisinya. “Hujan Turun Sepanjang Malam”, “Hujan Dalam Komposisi,1”, “Hujan Dalam Komposisi, 2”, “Hujan Dalam Komposisi, 3”, “Di Beranda Waktu Hujan”, “Percakapan Malam Hujan”, “Kuhentikan Hujan”, “Sihir Hujan”,“Hujan, Jalak, dan Daun Jambu”, dan “Hujan Bulan Juni” adalah sajak-sajak Sapardi yang bertemakan hujan. Puisi Hujan Bulan Juni umumnya menggambarkan personifikasi luruhnya hujan dalam ranah kehidupan:
tak ada yang lebih tabah
dari hujan bulan juni
dirahasiakannya rintik rindunya
kepada pohon berbunga itu
tak ada yang lebih bijak
dari hujan bulan juni
dihapusnya jejak-jejak kakinya
yang ragu-ragu di jalan itu
tak ada yang lebih arif
dari hujan bulan juni
dibiarkannya yang tak terucapkan
diserap akar pohon bunga itu
-Hujan Bulan Juni (1989)
Puisi Hujan Bulan Juni terdiri dari 12 baris, 3 bait. Sajak ini memiliki ide tertentu, seperti ketabahan, kerinduan, dan penantian. Sapardi tidak hanya mengartikan “hujan” sebagai bulir air yang jatuh ke permukaan bumi tetapi juga diberi jiwa yang memiliki sifat. Majas personifikasi begitu dominan dalam sajak tersebut. Pada bait pertama, hujan dilukiskan memiliki sifat yang tabah dalam menyimpan rintik rindunya. Secara sederhana, bait ini ditafsirkan sebagai kerinduan yang sengaja dirahasiakan atau sengaja tidak diucapkan. Bait kedua sendiri menggambarkan kebijakan “hujan” dalam menghapus keraguannya dalam melangkah. Sedangkan di bait terakhir, kearifan “hujan” untuk menyerah, membiarkan rintik rindunya tak terucapkan. Lagi-lagi Sapardi menampakkan kesederhanaannya, puisi ini tidak memakan banyak majas dan larik yang panjang namun sarat dengan makna.
Melirik kembali judul puisi Hujan Bulan Juni, rasanya mustahil hampir mustahil jika hujan terjadi di bulan Juni. Seperti yang kita ketahui, Juni termasuk dalam orde musim kemarau yang jarang terjadi hujan. Judul ini masih menjadi kontroversi. Apakah hanya sebuah kiasan ketidakmungkinan ataukah sebuah kiasan penantian?
Terlepas dari ambiguitas, antologi yang dibungkus dalam hujan ini menyuguhkan kebebasan dalam berkata-kata sehingga penikmat sastra dapat melebur ke dalam dunia Sapardi. Kesederhanaan yang dibawakan Sapardi membawakan warna baru bagi dunia kesastraan yang tentunya mengajak sastra untuk bertransformasi. Ringan, mudah dimengerti, dan terlepas dari realisme formal sangat dibutuhkan bagi perkembangan sastra Indonesia yang telah lama membeku, seperti yang dikatakan Saut Simatupang dalam esainya, “Sastra yang Tidur dalam Kulkas”. Kesederhanaan dan kebebasan untuk kemajuan sastra Indonesia.
Sumber: http://www.kompasiana.com/gabbfernanda/hujan-bulan-juni-sapardi-djoko-damono-kesederhanaan-dalam-bingkai-hujan_552e35426ea834c7208b4579
Tidak ada komentar:
Posting Komentar